Senin, 31 Januari 2011

Dolpin Bear

The Second Short Story..... 
Selamat membaca...


Aku Vania Shilviani. Biasa  akrab dipanggil Vania saja. Aku anak bungsu dari tiga bersaudara. Aku masih duduk dibangku kelas 3 SMA sedangkan kakak dan abangku sudah marriage. Kakakku, Vina  namanya diboyong oleh pria tampan, baik, tidak sombong dan rajin menabung, asal Australia. Sedangkan Roni, Abangku dengan seorang wanita produk Indonesia. Maklumlah, dia sangat mencintai produk dalam negri. Hahaha…. kayak barang aja ya?.
Aku pindahan dari Makasar, kota kelahiranku. Banyak kenangan indah maupun buruk yang kualami disana. Termasuk kenangan persahabatanku dengan Mala.
 Dia adalah seorang gadis paling tabah yang pernah kutemui. Cobaan yang dideritanya banyak sekali termasuk meninggalnya ayahnya yang terkena kangker otak akut. Bukan itu saja, perusahaan ayahnya yang bangkrut juga menjadi biang kerok ibunya bunuh diri.  Sedangkan dia harus mengurus ketiga adiknya dengan keadaan yang menyedihkan pula. Mala juga menderita penyakit yang sama dengan ayahnya itu dan sudah akut juga. Bahkan dokter telah memfonis kalau umurnya hanya berkisar sebulan saja. Tapi dia tetap tegar. Aku salut dengan semua perjuangannya itu. Tapi fonis dari dokter itu benar terjadi. Beliau benar neninggalkan aku sahabatnya dan ketiga adiknya untuk hidup lebih tenang dialam yang berbeda dengan kami. Kami banyak diberi pelajaran yang berharga semasa hidupnya.
Sekarang aku tinggal di Jakarta karena aku harus ikut papa pindah tugas. Bersama orang tuaku, sepupuku Aryo dan ketiga adiknya Mala. Di Jakarta aku juga punya sahabat yang tidak kalah hebatnya, Sofia dan Zesia namanya. Kami menamakan persahabatan kami dengan “Dolpin Bear”. Itu terinspirasi dari hobi kami mengoleksi asesoris dolpin maupun bear. Mengumpulkan asesois dolpin adalah hobi Sofia sedangkan aku dan Zesia mempunyai hobi yang sama yaitu mengumpulkan asesoris bear. Habisnya lucu sih….!. Karena hobiku dan Zesia sama kami jadi lebih slek kalau lagi di toko asesoris langganan kami. Gini nih kejadian persisnya.
“Van, kali ini kamu yang ngalah ya! Masa, aku mulu sih yang ngalah!” bujukan maut dari Zesia. Tepatnya satu hari sebelum hari ultahku. Memang kami lebih sering satu selera karena kebanyakan dari boneka disitu sudah kami punya sedangkan boneka yang belum kami punya sudah kami targetin untuk membelinya kapan-kapan.
“Ohhhh, tidak bisa!” katanya menirukan gaya artis idolanya "Sule" dengan merebut paksa boneka itu dan berlari ke kasir untuk membayarnya.
“Huffttt…, Zesiaaaa…jahat banget sih!" gumamku kesal. Dengan wajah kusutku menekukkan semua otot mukaku aku dengan berjalan mengejar Zesia dan berharap Zesia belum membayarnya.
“Makasih Vania, kamu baik deh..!” ejek Zesia sambil menggoyangkan plastik pembungkus boneka yang sudah dibayarnya. Pembeli ditoko itu cuman sedikit karena hari ini bukan hari libur jadi kasir juga banyak kosong.
Aku dan Zesia selalu berpencar dari Sofia karena perbedaan selera dan untuk meminimalisis waktu. Setelah itu lima belas menit kami menunggu keluarnya Sofia ditempat perjanjian, kami memutuskan untuk masuk ke toko itu lagi demi mencari Sofia karena handphone Sofia nggak bisa dihubungi.  Toko itu sangat besar bagian boneka dolpin saja bisa lima sampai enam sekat belum lagi asesoris dolpin lainnya. Itu kemungkinan tempat yang mungkin dikunjunginya. Akhirnya aku dan Zesia memutuskan untuk berpencar demi meminimalis waktu karena perut kami sudah keroncongan.
Disisi lain….
“Huffttt, keren-keren amat cih versi terbarunya! Nggak sabar mau milikin semuanya!” kata sofia yang bingung memilih boneka yang beraneka ragam itu. Sofia memilih dengan menunjuk setiap boneka yang di lihatnya. Ketika ia ingin mengambilnya tiba-tiba ada tangan seseorang yang menghalangi. Tangan itu menyentuh dengan lembut ke jemari indah milik Sofia.
“itzzzz….. apa apaan sih?” tanya Sofia kesal.
“Sorry-sorry, abis tangan kamu lebut sih!” gombal cowok tampan itu. “nggak-ngak buka itu sih alasannya. Ini boneka bagus ya?” Tanya cowok itu yang semustinya bukan bertanya tapi menjelaskan masalahnya.
“Ihhhh, siapa sih kamu? Inikan yang udah aku incer dari tadi!” pertanyaan Sofia lebih sinis dari pada pertanyaan yang pertama.
“Oh iya, kita belum kenalan ya. Kenalin kalau gitu! Aku Fatir!” ujarnya sangat pelan sambil mengulurkan tangan untuk berjabatan.
“Hahhh, siapa?” tanya Sofia karena kurang jelas.
“Nama akkuuu Fatir. F.A.T.I.R.! jawabnya agak kencang sambil mengulurkan tangan lebih panjang, tangan sudah diulurkannya tadi untuk lebih dekat dengan tangan Sofia.
“Oooohhhh, Fatir. F.A.T.I.R. toh! Sorry ya, tadi volumenya kecil amat sih. Kalah sama volume speaker nih toko! Hahaha….” ujar Sofia mentertawakan perkataannya sendiri.
“Kalau akkuuuuuu” ujar Sofia terpotong karena khayalan tingkat tingginya kumat lagi. Jarang-jarang dia bisa punya kesempatan bertemu bahkan bisa kenalan dengan orang tampan.
“Hussttt, akuuu siapaaa?”  Fatir mengibaskan tangannya kedepan wajahnya Sofia yang sedang berhayal itu.
“E..e…e! Aku Sofia. Iya-iya namaku Sofia. S.O.F.I.A” ujar Sofia yang plimplan dan salah tingkah sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal tiba-tiba menjadi sangat gatal. “Mati deh aku, udah dua kali aku malu-maluin di depan dia. Kok jadi salting gini sih!” gumamnya malu.
“Kamu kenapa sih? Aku tanya kok malah menghayal! Ngayalin apa sih kamu?” tanya Fatir penasaran.
“ Hmmm.. nggak ngayal apa-apa kok! Perasaan kamu aja kali! Ujar Sofia malu dengan prilaku salting tadi.
“Oh ya udah deh!” kata Fatir cuek. “Oh ya Sofia, boneka ini buat aku aja ya?” bujuk Fatir.
“Hah buat kamu?” kata Sofia bingung. Sofia memperhatikan tubuh Fatir dari atas sampai bawah.
“Heh, ampun banget deh aku liat kamu?!” kata Fatir paham dengan gerak-gerik Sofia. “Aku mau beli boneka ini bukan untuk aku tapi untuk sepupu sahabatku. Sepupu dia yang cewek, bukan aku yang banci. Aku pria tulen tau!” jelas Fatir.
“Ahg, yang bener? Ihh atuttt!” ejek Sofia
“Terserah deh ya, kan dah aku kasih tau alasannya. Percaya tidaknya itu terserah kamu aja deh! Oh ya makasih ya bonekanya!”
“Eh, eh, enak aja! Boneka yang disini itu udah aku targetin untuk pembeliannya beberapa bulan ke depan! Untuk hari ini yang ini dulu karena duitnya cukup cuman buat beli yang ini. Hehehe…”Kata Sofia menarik boneka yang sudah dipegang Fatir. “Untuk kamu nanti aku pilihin yang lain!”
“Oh kalau gitu aku setuju! Tapi kamu musti nepatin janji!”
“Iya-iyaaa janji!” jawabnya singkat.
“Nah, ini dia nih orangnya!” gumam Zesia menemukan Sofia setelah berkeliling-keliling toko itu. “Cepetan dong Sofia! Kita udah laper banget nih!” ujar Zesia sambil menarik tangan Sofia menuju kasir.
Sesampainya dikasir, Zesia menemukanku di kasir sebelah. “Ternyata tadi tuh Vania masuk ketoko itu bukan bermaksud untuk mencari Sofia tapi malah sibuk mencari boneka lagi?! Hmm, dasar aneh! Nggak ilang-ilang tuh sifat !” kata Zesia sambil menggeleng dan tersenyum. “Wajar sih, habisss, boneka pilihannya tadikan aku yang beli. Hehehe.. Padahal itu untuk hadiah ultahnya besok!” gumamnya geli.
Setelah itu mereka pun mempercepat langkahnya untuk wisata kuliner, menjajali makanan yang mereka sukai di restoran langganan mereka yang tidak jauh dari toko asesoris itu. Sofia pun melupakan janjinya dengan Fatir. Maklumlah Sofia memang selalu pikun, tadi namanya sendiri aja lupa. Hahaha.. Itu memang sifat asli Sofia. Dia bakalan inget lagi tiga atau empat hari mendatang. hmmm... kacau banget tuh Sofia! hehehe..
THE END
Seri novelnya juga ada tapi tidak dapat dipublikasikan di sini, kepanjangan.

Tidak ada komentar: