Rabu, 01 Juni 2011

Ayes Plus Asterias

ne cerpen ke Empatku yang aku posting...
SELAMAT MEMBACA.........

Semua persiapan untuk audisi kali ini telah kami selesai, termasuk minyak kayu putih Ewa yang selalu senantiasa mendampinginya. Persiapan sudah dari seminggu yang lalu, kami merasa audisi ini harus menjadi audisi terakhir untuk mengawali kesuksesan kami kelak. Karena audisi kali ini bukanlah sebuah audisi yang berakhir di kompetisi bakat saja melainkan langsung diorbitkan dan akan diberi single ataupun album langsung. Ini adalah mimpi besar kami. Semenjak SMA kami mulai menekuni bidang ini. Sudah saling akrab dengan setiap personil membuat kami merasa tambah pede untuk tampil kali ini.
Suasana menuju lokasi audisi semakin menegangkan karena kali ini Ewa membuat ulah.
Kami kebingungan mencari plastik untuk wadah sebelum ia muntah. mungkin itu dampak mabuk karena terlalu tegang. Baru kami sadari ternyata persiapan belumlah lengkap karena tak seorang pun meminkirkan hal ini. Mental dan tentunya juga plastik. Semua menghelakan nafas untuk menenangkan diri masing-masing atas situasi menegangkan ini. Imay berusaha menutupi telinganya dengan mendengarkan alunan musik dari head phonenya. Bermacam-macam cara mereka menenangkan diri. Aku hanya melihat mereka sepintas kegiatan beragam itu dari kaca didalam mobil sambil berusaha fokus memerangi kemacetan kota metropolitan.
                                                                 *******                                  
Setelah lima belas menit menunggu keluarlah seorang pria berbusana rapi lengkap dengan dasi dan jasnya. Ternyata beliau adalah salah satu juri di audisi ini. Beliau lalu berkata “ Sekarang giliran…. A.P.A, hah apa???” ujarnya bingung sendiri dengan tulisan yang dibacanya sambil menunjuk-nunjuk kertas dan memelototi kertas daftar nama peserta yang ia pegang.
Semua peserta tak bisa menahan tawanya.
“Di English-english kan mungkin ini ya?! Hm……”Ujarnya seperti sedang berpikir dahsyat. Pusing tujuh keliling. “What? gitu kali ya bok..!”. Terlihat seakan ada burung-burung kecil sedang mengitari kepalanya.
 “hahahaha….” Tawa perserta semakin meramaikan suasana.
Mungkin, dia bukanlah seperti pria pada umumnya. Lentur alias ngondek. “Banci kali ya bok” gumamku meniru cara bicaranya yang rada banci-banci.
Aku sudah mengerti kalau yang dia panggil itu adalah kami. “A.P.A”. Cara membacanya dengan mengejanya dengan ejaan inggris. Bukan di translate ke bahasa inggris. Ruangan jadi tak kondusif karena kekonyolan juri keren tapi banci itu membuatku sedikit kesal sehingga aku menuggu pak juri itu membacanya dengan baik nama kami. Dua menit pun berlalu. Tapi pak juri itu pun masih terlihat binggung sedangkan para juri yang diruangan sudah memarahi pak juri banci itu.
Akhirnya dengan kerendahan hati ini kami pun beranjak dari tempat duduk ruang tunggu menuju kursi panas yang sesungguhnya. Juri yang masih berdiri sambil bersandar dengan sejuta burung-burung yang menghantui fikirannya itu sehingga tidak sadar kalau kami sudah bergantian memasuki ruangan. Dia menyadarinya ketika Dhea yang berada di belakangku tak sengaja menyenggol pintu yang disender si juri banci itu. Hampir saja pak juri itu terjatuh padahal pintunya hanya tergeser sedikit saja. “Hehe....Bapak bingung ya! Itu kami pak!” ujar Nini sambil tersenyum palsu.
“Huft… ternyata kalian!!” Kata si juri yang terlihat kesal karena malu.
Akhirnya kami dipersilahkan duduk.
Okey, pertanyaan pertama!” kata ketua juri menegangkan suasana. “Tereneng teneng” ditambah suara musik khas ketegangan.
“Busyet…” kata kami serentak refleks dengan alunan musik itu alias kaget karena speakernya berada disamping tempat duduk kami. Lalu serentak pula kami saling pandang dan memandangi juri sambil cengar-cengir serta menundukkan kepala sambil sedikit terbahak dalam hati. Suasana semakin menegangkan. Tak ada lagi tawa hanya muka ketegangan.
Okey, kita lanjutkan!” kata sang bapak juri mulai membaca berkas yang telah kami berikan sebelum audisi. “A.P.A, apa???” tanyanya kepada kami dengan mengkerutkan dahinya dengan ejaan yang Indonesia. Aku menampakkan wajahku yang tepat tertutupi punggung Suchi -layaknya main petak umpet-. Lalu mengangkat tanganku untuk mengajukan diri untuk menjawab pertanyaan juri walaupun terdengar dan terlihat aneh situasi itu.
“Maaf pak saya berdiri”
“Iya silahkan! Dan langsung dijelaskan alasannya”
“A.P.A mungkin lebih tepatnya” ejaku dengan ejaan english. ““A.P.A” itu sebuah singkatan.  Dimulai dari huruf yang pertama “A” adalah singkatan dari “Ayes” yang berarti “Mata”. sedikit penjelasan tentang "Mata" manusia normal berjumlah dua. Dan singkatan “P” adalah “Plus”. Lalu “A” yang terakhir adalah huruf awal dari “Asterias sp” yaitu salah satu spesies bintang laut yang terkenal. Dan… lengan starfish atau bintang laut itu, pada umumnya lima. Jadi nama itu adalah sebuah ilusi dari sebuah penjumlahan dua dan lima yang semua orang pasti tau bahwa hasilnya adalah tujuh. Dan tujuh adalah jumlah personil girlband kami ini”.
Tepuk tangan dari semua juri dan teman-teman memotong pembicaraanku itu.
 “Tapi, bapak-bapak dan ibu-ibu juri sekalian” sambungku memotong tepuk tangan ke sepuluh juri dan ke enam temanku yang lain. “Maaf, Maksud tersiratnya juga ada, yaitu dari fungsi mata dan fungsi starfish itu sendiri. Mata yang fungsinya untuk melihat. Sedangkan starfish untuk menghiasi lautan. Jadi… artinya kami ingin selalu “dilihat” sebagai “penghias” ranah musik dunia bukan hanya ikut-ikutan meramaikan girlband di ranah musik saja tanpa mempunyai modal bakat”.
“Amien….” Kata semua orang di dalam ruangan itu.
Lagi-lagi tepukan tangan dari semua orang yang ada di ruangan dan tepukan kali ini sangat mendinginkan otakku yang beberapa detik tidak benafas demi menyelesaikan kata-kataku sesuai dengan persiapan.
Okey, okey…. Make a plus. Saya salut dengan penjelasan kamu itu. Nama yang seperti itu sudah jarang ditemui. Sekarang banyak orang yang mengagap nama adalah sebuah symbol biasa, mereka tidak mempunyai pendasaran pemikiran yang spesifik untuk menyandang nama tersebut. Luar biasa!” ucapnya yang terlihat puas dengan penjelasanku itu.
“Terima kasih pak!” ujarku bangga.
Okey, sekarang kamu aku pilih menjadi jubir mewakili mereka. Gini ya, mylla!” ujarnya menyebut namaku sambil melirik berkas kami yang ada di depan mejanya. “Bapak penasaran, kenapa kamu dan teman-teman terlihat sangat berminat ikut audisi ini? Apa motivasi kalian?”
"Motivasi kami adalah ingin menjadi inspirator wanita bagi semua wanita didunia baik itu anak-anak, remaja, ataupun ibu-ibu bahkan nenek-nenek untuk selalu berkarya. Karna karya-karya yang bermutu masih sangat dibutuhkan untuk menjadikan bangsa ini lebih terpandang dan dihargai oleh bangsa lain. Dari pada menghabiskan waktu, tenaga dan emosi untuk menuntut hal yang tak pasti dari para pejabatnya seperti demo-demo yang makin marak terjadi.
Sahutan tepuk tangan pun seakan membenarkan perkataanku.
Okey, okey…. terima kasih penjelasannya. Saya paham sekali inti dari perkataanmu tadi! Dan saya sangat setuju! Mudah-mudah itu bisa memotivasi orang lain juga!” 
*******
Sesi pertama Lancar. Tinggal pertanyaan perorangan. Ini giliran Suchi. Tapi ada yang aneh dengan teman samping kananku, ia meremas jariku yang terasa kebas karena terlalu tegang ketika dipilih menjadi menjadi jubir meskipun aku sudah mempersiapkannya. Untung saja aku tidak berteriak kali ini, hanya saja memandangnya dengan ringisan tajam tapi berusaha menutupi wajahku ke juri dibalik punggung Suchi.  Tapi mau kututupi bagaimanapun wajahku tetaplah akan terlihat aneh. Karena sejak mengemban jabatan jubir tadi, sorotan mata juri seolah tidak pernah berkedip menatapku. Aku kembali memandangi para juri yang melihat kegelisahanku itu dan menutupinya dengan senyuman mautku. Hahaha. Lalu dengan perlahan dan sangat hati-hati ku mulai memandangnya lalu bertanya padanya, tetapi tetap berusaha menutupinya dengan berusaha untuk cengar-cengir dengan beberapa juri yang melihat aksiku. “Ada apa Ewa?”
Tak ada jawaban darinya tapi dia meraih tanganku lagi. Kali ini dia menyuruhku memegang sesuatu. yaitu Perutnya!. Aku memelototi tindakannya dan menarik kembali tanganku. Aku semakin risau dengan perbuatan Ewa. Gelisah tak menentu. Aku nggak paham dengan maksud dari perbuatanya itu. Aku berusaha menenangkan diriku dulu sebelum aku melanjutkan pertanyaanku lagi kepada Ewa.
“Oh no Ewa, what are you doing?” Lagi-lagi Ewa hanya memberikan isyarat dengan ulah yang sama. “What’s up, Ewa….?” Dengan ringisan lebih dahsyat dan ketika suara juri yang memanggilku pun tak lagi terdengar olehku. Imay pun menginjak kakiku untuk menyadarkan aku. Dengan refleks pun aku langsung bilang “Hamil ?! aw, aw!” teriakku melanjutkan pertanyaan untuk Ewa sambil merintih kesakitan. Sepintas aku lihat keenam temanku tersenyum."malu dengan tingkahku". Kesal sekali aku.
Semua orang pun terheran termasuk juri yang memujiku tadi terlihat syoke dengan ulahku itu. Jangankan juri, aku saja pun sangat Syoke.
“Maaf pak saya tadi sedang ngobrol sedikit dengan teman saya!” pintaku sambil melontarkan senyuman palsu.
“Siapa yang hamil? Kenapa kamu bisa bicara seperti itu? Oh god!” kata ketua juri yang tadi sempat memujiku.
Kacau sekali pikiranku. Para juri terlihat sedang berdiskusi. “Okey… kalian tenangkan pikiran sejenak. Saya kasih waktu dua menit lalu kita lanjutkan lagi” ujar Pak Okey, nama sentilanku untuk ketua juri karena beliau selalu bilang “Okey” diawal percakapannya.
Kami pun menangkan diri dengan meminum air mineral yang telah mereka sediakan. Dhea sedikit menghibur dengan menunjukkan kedelapan jarinya ketengah-tengah muka kami yang tengah saling saling bertatapan. Awalnya kami sangat bingung tapi akhirnya paham. Kami tertawa kecil. Ternyata, bukan saja aku yang menghitung kata-kata “Okey” yang telah dilontarkan si Pak Okey itu tapi keenam temanku juga menghitungnya. OMG.
Waktu istirahat pun habis. Pertanyaan langsung mengarah kepadaku. Aku berusaha setenang mungkin menghadapi pertanyaan itu dengan niat memperbaiki citraku didepan Pak Okey. Pak Okey pun, kembali terlihat puas. Sekarang waktunya performance dance. Audio telah diatur oleh sang ahli kami pun tak perlu ragu. Performance kami pun sepertinya memuaskan hati para juri termasuk Pak Okey.
Sekarang adalah pengumuman.
Okey, kali ini saya yang ingin membacakan hasilnya langsung!”
“Tereneng teneng” lagi lagi suara itu mengagetkan kami. Tapi tak ada kata “busyet” lagi karena kami sudah cukup malu dengan kejadian tadi.
“Kalian lolos audisi ini dan bisa kami pastikan kalian adalah pemecah nilai tertinggi di audisi ini”
Ucapan syukur tak henti-hentinya kami lantunkan. Butiran mutiara pun membasahi pipi cubby kami. Terharu.
“Dan juga mendapatkan rekor audisi terlama selama kami mengaudisi diseluruh daerah yang hadiahnya adalah rekaman album”.
Hahaha… tawa pun mewarnai indahnya ruangan audisi. Ewa yang telah mengulah itu perlahan mendekatiku. “Sorry mil, tadi sebenarnya, aku cuman mau bilang L.A.P.A.R  karena kebanyakan yang aku keluarin isi perutku tadi!”
“Iya, aku juga baru kepikiran semenit yang lalu maksud dari ulahmu itu” ujarku sambil tertawa.
*******
“Aduh Dhila, aku pakek baju apa ya besok?” ujar Dhea yang panik dengan penampilan perdananya besok. Padahal Dhea adalah pemborong baju terbanyak ketika shopping kemarin.
“Pakek baju tidur!” sahut Dhila sinis karena telah mengganggu tidurnya diruang hotel perdana sebelum konser mereka yang perdana akan digelar.
Tapi mereka bukan saling marah-memarahi tapi malah tertawa terbahak. Sampai Dhila kehilangan ngantuk beratnya. Sederet jadwal manggung sudah menghiasi daftar semenjak launcing album perdana “Be Your Self”.
Beginilah alkisah kehidupan baru kami yang harus dijalani.
*******

Tidak ada komentar: